Sekilas tentang Pulau Kalimantan Borneo




Sekilas Tentang Pulau Kalimantan
Pada zaman Hindia-Belanda dan sebelumnya, Kalimantan merujuk kepada keseluruhan pulau yang dikenal sebagai Borneo yang meliputi Sabah, Sarawak, Brunei, dan kawasan Kalimantan sekarang. Dalam surat-surat Pangeran Tamjidillah dari Kerajaan Banjar kepada Residen Belanda di Banjarmasin pada tahun 1857, beliau menyebut nama "Pulau Kalimantan", bukan dengan sebutan "Pulau Borneo". Ini menunjukkan bahawa di kalangan penduduk, nama "Kalimantan" lebih umum digunakan daripada nama "Borneo" yang digunakan pada masa penjajahan Hindia Belanda.
Sebagian besar wilayah Kalimantan dari kota Sambas sehingga kota Berau merupakan bekas kawasan Kerajaan Banjar, tetapi kini kawasan itu menyusut menjadi sebagian kecil saja di wilayah Kalimantan Selatan masa kini setelah jatuh ke tangan kesultanan Brunei. Dengan kedatangan Inggris di Kalimantan, Inggris memisahkan Sabah, Sarawak dari Kalimantan (termasuk Brunei). Ketika Sabah dan Sarawak dimasukkan ke dalam wilayah Malaysia, keseluruhan pulau dipanggil Borneo. Sampai sekarang pulau itu secara luas disebut dengan "Borneo" daripada "Kalimantan", dan kata "Kalimantan" sendiri lebih umum diartikan sebagai suatu wilayah di pulau Borneo yang dimiliki oleh Indonesia, walaupun dalam Bahasa Indonesia kata "Kalimantan" tetap mengacu kepada keseluruhan pulau.

Kalimantan adalah sebuah wilayah di Pulau Kalimantan dibawah administrasi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, wilayah Kalimantan terletak di selatan pulau Kalimantan (yang juga disebut sebagai Borneo). Wilayah Kalimantan berbatasan dengan Sabah dan Sarawak di bagian utara, sedangkan di bagian timur berbatasan dengan Selat Karimata, di bagian selatan berbatasan dengan Laut Jawa, dan di sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar, dan Laut Sulawesi.
 
Hikayat Banjar, sebuah kronik kuno dari Kalimantan Selatan yang bab terakhirnya ditulis pada tahun 1663, tetapi naskah Hikayat Banjar ini sendiri berasal dari naskah dengan teks bahasa Melayu yang lebih kuno pada masa kerajaan Hindu, di dalamnya menyebut Pulau Kalimantan dengan nama Melayu yaitu pulau "Hujung Tanah". Sebutan Hujung Tanah ini muncul berdasarkan bentuk geomorfologi wilayah Kalimantan Selatan pada zaman dahulu kala yang berbentuk sebuah semenanjung yang terbentuk dari deretan Pegunungan Meratus dengan daratan yang berujung di Tanjung Selatan yang menjorok ke Laut Jawa. Keadaan ini identik dengan bentuk bagian ujung dari Semenanjung Malaka yaitu Negeri Johor yang sering disebut "Ujung Tanah" dalam naskah-naskah Kuno Melayu. Semenanjung Hujung Tanah inilah yang bersetentangan dengan wilayah Majapahit di Jawa Timur sehingga kemudian mendapat nama Tanjungnagara artinya pulau yang berbentuk tanjung/semenanjung.
Sebutan "Nusa Kencana" adalah sebutan pulau Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa Kuno seperti dalam Ramalan Prabu Jayabaya dari masa kerajaan Kadiri (Panjalu), tentang akan dikuasainya Tanah Jawa oleh bangsa Jepang yang datang dari arah Nusa Kencana (Bumi Kencana). Memang terbukti sebelum menyeberang ke Jawa, tentara Jepang terlebih dahulu menguasai ibukota Kalimantan saat itu yaitu Banjarmasin. Nusa Kencana sering pula digambarkan sebagai Tanah Sabrang yaitu sebagai perwujudan Negeri Alengka yang primitif tempat tinggal para raksasa di seberang Tanah Jawa. Di Tanah Sabrang inilah terdapat Tanah Dayak yang disebutkan dalam Serat Maha Parwa.
Sebutan-sebutan yang lain antara lain: "Pulau Banjar"[10][11], Raden Paku (kelak dikenal sebagai Sunan Giri) diriwayatkan pernah menyebarkan Islam ke Pulau Banjar, demikian pula sebutan oleh orang Gowa, Selaparang (Lombok), Sumbawa dan Bima karena kerajaan-kerajaan ini memiliki hubungan bilateral dengan Kesultanan Banjar; "Jawa Besar" sebutan dari Marco Polo penjelajah dari Italia[12] atau dalam bahasa Arab[13]; dan "Jaba Daje" artinya "Jawa di Utara (dari pulau Madura) sebutan suku Madura terhadap pulau Kalimantan baru pada abad ke-20.

Budaya
Ada 5 budaya dasar masyarakat asli rumpun Austronesia di Kalimantan atau Etnis Orang Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai dan Paser.[14] Sedangkan sensus BPS tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar).[15] Suku Melayu menempati wilayah pulau Karimata dan pesisir Kalimantan Barat, Sarawak, Brunei sehingga pesisir Sabah. Suku Banjar menempati pesisir Kalteng, Kalsel hingga Kaltim. Suku Kutai dan Paser menempati wilayah Kaltim. Sedangkan suku Dayak menempati seluruh daerah pedalaman Kalimantan. Keberadaan orang Tionghoa yang banyak di kota Singkawang dapat disamakan komunitas Cina Benteng yang bermukim di Kota Tangerang dekat Jakarta. Memang beberapa kota di pulau Kalimantan diduduki secara politis oleh mayoritas suku-suku imigran seperti suku Hakka (Singkawang), suku Jawa (Balikpapan, Samarinda), Bugis (Balikpapan, Samarinda, Pagatan, Nunukan, Tawau) dan sebagainya. Suku-suku imigran tersebut berusaha memasukkan unsur budayanya dengan alasan tertentu, padahal mereka tidak memiliki wilayaa adat dan tidak diakui sebagai suku asli Kalimantan, walaupun keberadaannya telah lama datang menyeberang ke pulau ini. Suku Bugis merupakan suku transmigran pertama menetap, ber-inkorporasi dan memiliki hubungan historis dengan kerajaan-kerajaan Melayu (baca: kerajaan Islam) di Kalimantan. Beberapa waktu yang lalu suku Bugis, mengangkat seorang panglima adat untuk pulau Nunukan yang menimbulkan reaksi oleh lembaga adat suku-suku asli. Tari Rindang Kemantis adalah gabungan tarian yang mengambil unsur seni beberapa etnis di Balikpapan seperti Banjar, Dayak, Bugis, Jawa, Padang dan Sunda[16] dianggap kurang mencerminkan budaya lokal sehingga menimbulkan protes lembaga adat suku-suku lokal.[17][18] Di Balikpapan pembentukan Brigade Lagaligo[19] sebuah organisasi kemasyarakatan warga perantuan asal Sulawesi Selatan dianggap provokasi dan ditentang ormas suku lokal.[20][21][22][23][24][25] Kota Sampit pernah dianggap sebagai Sampang ke-2. Walikota Singkawang yang berasal dari suku Tionghoa membangun di pusat kota Singkawang sebuah patung liong yaitu naga khas budaya Tionghoa yang lazim ditaruh atau disembahyangi di kelenteng. Pembangunan patung naga ini merupakan simbolisasi hegemoni politik ECI Etnis Cina Indonesia dengan mengabaikan keberadaan etnis pribumi di Singkawang sehingga menimbulkan protes oleh kelompok Front Pembela Islam, Front Pembela Melayu dan aliansi LSM. Penguatan dominasi politik ECI merupakan upaya revitalisasi negara Lan Fang[26] yang tentu saja akan ditolak oleh suku-suku bukan ECI[27], namun di lain pihak, suku Dayak mendukung keberadaan patung naga tersebut.[28]. Dalam budaya Kalimantan karakter naga biasanya disandingkan dengan karakter enggang gading, yang melambangkan keharmonisan dwitunggal semesta yaitu dunia atas dan dunia bawah. Seorang tokoh suku imigran telah membuat tulisan yang menyinggung etnis Melayu.[29] Walaupun demikian sebagian budaya suku-suku Kalimantan merupakan hasil adaptasi, akulturasi, asimilasi, amalgamasi, dan inkorporasi unsur-unsur budaya dari luar misalnya sarung Samarinda, sarung Pagatan, wayang kulit Banjar, benang bintik (batik Dayak Ngaju), ampik (batik Dayak Kenyah), tari zafin dan sebagainya.
Pada dasarnya budaya Kalimantan terbagi menjadi budaya pedalaman dan budaya pesisir. Atraksi kedua budaya ini setiap tahun ditampilkan dalam Festival Borneo yang ikuti oleh keempat provinsi di Kalimantan diadakan bergiliran masing-masing provinsi.[30][31][32] Kalimantan kaya dengan budaya kuliner, diantaranya masakan sari laut.[33]

Etnis / Suku yang Mendiami Pulau Kalimantan (Borneo)
Suku Dayak / Orang Dayak
Dayak.jpg

Jumlah populasi
Kurang lebih 6,3 juta (2010)
Kawasan dengan populasi yang signifikan
Indonesia (Sensus 2010) 3.009.494 [1]
Malaysia () 2.881.509 [2]
Brunei Darussalam 30.000 [3]
Bahasa
Daya, Dayak Melayik, Dayak Barito, Dayak Borneo Utara, Dayak Banuaka, Indonesia, Inggris dan Melayu.
Agama
Kristen (Katolik dan Protestan), Islam, Kaharingan dan Buddha
Kelompok etnik terdekat
Banjar, Kutai, Sambas
Dayak[4][5][6][7][8][9] atau Daya (ejaan lama: Dajak atau Dyak[10][11][12][13]) adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada penghuni pedalaman[14] yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Ada 5 suku asli Kalimantan yaitu Banjar, Kutai, Dayak, Paser, Melayu dan Tidung[15] Menurut sensus Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar). Dahulu, budaya masyarakat Dayak adalah Budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. Namun secara ilmiah, para linguis melihat 5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di luar pulau Kalimantan:[16]
Sumber : Wikipedia Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekilas tentang Seni Beladiri Pencak Silat Dayak Ngaju-Oot Danum di Pulau Borneo-Kalimantan

Tumbuhan Obat Suku Dayak Borneo Kalimantan

Dokumentasi Suku Dayak Ngaju dan Ot Danum Abad 18-19 M